Inilah Sosok Perempuan yang Menjadi Datu di Kerajaan Luwu

INDEKSMEDIA.ID – Kedatuan Luwu, sebagai salah satu kerajaan tertua di kawasan Nusantara, tak lepas dari kepempimpinan seorang Datu perempuan.

Karena itu, dari sisi  gender, Budaya Tana Luwu amat memuliakan perempuan. Apalagi, terhitung sejak awal berdirinya, ada 5 sosok perempuan yang menjadi Datu Luwu.

Berikut perempuan yang menjadi Datu di Tana Luwu tersebut:

  1. We Tenrirawe (1571-1587)

Tenrirawe ialah Datu Perempuan pertama di Tana Luwu. Ratu Luwu pada abad ke – 16 ini membawa banyak perubahan dari pemerintahan sebelumnya.

Di antara perubahan itu ialah kemajuan perdagangan yang berimbas pada perekonomian kerajaan.

Selain itu, ia juga sosok negarawan yang mengubah bentuk sistem pemerintahan Tana Luwu.

Ini terlihat dalam sepak terjangnya saat Tana Luwu yang awalnya menganut sistem Monarki Absolut, akhirnya diubahnya menjadi Monarki Konstitusional.

  1. Batari Tungke Sultanah Siti Fatimah (1706-1715)

Batari Tungke Sultanah Siti Fatimah atau Petta Matinroe ri Pattiro adalah perempuan yang menjadi Datu Luwu setelah masuknya Islam di kerajaan Luwu.

  1. Batari Toja Siti Zaenab Arung Timurung Datu Citta (1715-1748)

Batari Toja atau Petta MatinroE ri TippuluE merupakan sepupu satu kali Batari Tungke. Sebelum menjadi Datu Luwu, pada 1914 ia adalah Mangkau di Bone.

Namun tahun berikutnya, ia dengan suka rela mangkat dan menyerahkan tahta kerajaan Bone pada Arung Palakka La Padangsajati, saudaranya.

Beliau mangkat pada 1748 dengan tidak meninggalkan keturunan, sehingga diganti oleh We Tenrileleang, kemenakan dari sepupunya, Batari Tungke Sultanah Siti Fatimah.

  1. We Tenrileleang (1748-1760)

Petta MatinroE ri Soreang merupakan putri dari Batari Tungke Sultana Fatimah. Saat menjadi Datu Luwu, dirinya juga adalah Datu di Kerajaan Tanete Barru.

We Tenrileleang adalah satu-satunya Datu perempuan yang naik tahta hingga dua kali.

Mangkatnya ia dari tahta Luwu yang pertama lantaran derajat suaminya, La Mappasali, tak sepadan dengan dirinya sebagai Datu.

Suaminya itu dibunuh oleh saudaranya sendiri, La Tenri Oddang (Datu Soppeng ke-23).

Namun pada 1765-1778 Ratu malebbi’ (anggun) ini kembali menjadi Datu Luwu.

Pernikahannya yang kedua dengan La Mallarangeng Petta MattinroE ri Sapirie, melahirkan 4 anak.

Salah satu anaknya melahirkan keturunan yang kelak menjadi Raja-raja di berbagai kerajaan.

Seperti kerajaan Johor, Selangor, Kedah, Mempewa, Trenggono, Lingga, Riau, Aceh dan sekitarnya.

  1. We Tenriwaru Sultanah Hawa (1810-1825)

We Tenriwaru Sultanah Hawa atau Petta MatinroE ri Tenganga Luwu, ialah Datu Luwu yang mewariskan ketenangan, kedamaian serta kemakmuran kepada masyarakat Tana Luwu.

Pada 1814, ia melakukan upacara penobatan untuk menjadi Pajung Maharaja Luwu.

Prosesi Upacara tersebut berbentuk latihan fisik dan mental, yang mengharuskannya menderita selama tujuh hari tujuh malam.

Datu hanya menggunakan kain (pakaian) yang tak terjahit, daun kelapa sebagai alas pengganti tikar, tidak ada atap yang menahan terik dan hujan, serta hanya makan dengan makanan paling sederhana di Luwu seperti pisang dan umbi-umbian.

Karena upacara ini, ia dikagumi oleh rakyatnya. Pasalnya ia merupakan perempuan, dan ritual ini dianggap sulit, bahkan “rakyat biasa” pun sangat sulit melakukannya.

Atas gelar kebesaran Pajung ri Luwu, We Tenriwaru memerintah penuh dengan kewibawaan.

  1. Andi Kambo Opu Daeng Risompa (1901-1935)

Andi Kambo Opu Daeng Risompa Sultanah Zaenab atau Petta MatinroE Bintangna, ialah Datu Luwu yang pada masa lima tahun kepemimpinannya, Sulawesi terancam perang akibat ekspedisi militer Belanda.

Ekspedisi militer Belanda ini banyak memepengaruhi sejarah kerajaan Luwu, di antaranya :

– Pertempuran di Balandai dan PonjalaE.

– Pemaksaan Penandatanganan Korte Verklaring (Perjanjian Singkat) yang membuat Poso lepas dari Luwu.

-Penentuan Afdeling (Penataan pemerintahan Luwu) sebagai akibat dari Korte Verklaring.

-Perlawanan Makole Baebunta.

-Perlawanan Andi Pandangai.

-Perlawanan Pong Tiku.

-Perlawanan Haji Hasan dan Tojabi.

-Diasingkannya Andi Baso Lempulle (Suami Andi Kambo) ke Jawa.

-Serta lahirnya Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) di Luwu.

Itulah deretan Datu perempuan di Tana Luwu. Semoga bermanfaat ya teman-teman

Referensi :

Harisal A.Latief : Kedatuan Luwu Dalam Lintasan Sejarah dan Budaya (2016)

(Cca)