Cerita Rakyat (Bagian 1), I We Cudai Melahirkan I La Galigo

INDEKSMEDIA.ID — Setelah berhari-hari merasakan sakit yang amat menggigit, akhirnya I We Cudai melahirkan seorang bayi laki-laki.

Seluruh dukun kerajaan, para Bissu, serta semua bangsawan dan rakyat negeri Cina bergembira menyambut kelahiran putra I We Cudai, yang dianggap sebagai tunas negeri Cina tersebut.

Puang Matowa pun seketika menyambut kelahiran bayi I We Cudai dengan tarian Bissu. Bergemalah ucapan “kurru sumange” untuk memuji dan mendoakan sang bayi.

Sementara itu, setelah kelahiran putranya, Sawerigading yang sebelumnya menyamar sebagai dewa segera meninggalkan Istana La Tanete.

Sawerigading tidak menghendaki kehadirannya diketahui oleh I We Cudai yang tinggi hati dan tidak mengakuinya sebagai suami karena ia hanyalah pendatang dari Ale Luwu. Pun, ia bukanlah orang Ugi‘.

Di dalam kamarnya, setelah melahirkan, I We Cudai menutup kepala dan kedua kakinya sambil menangis. Ia tidak peduli dengan anak yang baru saja dilahirkannya. Bahkan, ia tidak mau melihat darah dagingnya sendiri.

“Apa yang terjadi denganmu, Daeng Risompa’? Mengapa engkau menangis begitu rupa? Bukankah anakmu lahir dengan selamat?” Ucap I We Tendriabeng heran melihat sikap putrinya.

Menurutnya, semestinya I We Cudai berbahagia lantaran mampu melahirkan bayinya itu dengan selamat.

“Berkat pertolongan Sang Patoto’e di Boting Langi’, anakmu bisa lahir dengan selamat tanpa cacat. Sekarang, ia sedang ditimang-timang oleh para dukun kerajaan. Bahkan, dukun kerajaan berebutan ingin menggendong dan memberi ucapan kurru sumange’ kepada bayimu,” ujar I We Tendriabeng sekali lagi setelah I We Cudai tidak meresponnya.

I We Cudai terus menangis sambil menutupi kepala dan kedua kakinya. Saat itu I We Tendriabeng terus membujuk putrinya.

“Anakku I We Cudai Daeng Risompa’? Bangunlah dari tempat tidurmu! Gendonglah bayimu, keturunan Ale Luwu yang kelak akan memerintah di negeri Cina ini.

Tiba-tiba, I We Cudai berteriak sembari menangis, “Tidaaaaak….! Aku tidak punya anak orang Ale Luwu. Orang Ale Luwu tidak pantas memerintah orang Ugi‘ di negeri Cina ini.”

“Apa yang terjadi denganmu, Daeng Risompa’? Bertaubatlah kepada Sang Patoto’e lantaran engkau telah menghina Kerajaan Manurung Ale Luwu.” Bujukan I We Tendriabeng kepada putrinya.

Karena I We Cudai terus-menerus berteriak mengutuk anak yang baru saja dilahirkannya, La Sattung Mpugi pun ikut menenangkan putrinya.

Bahkan, saudara-saudara I We Cudai yaitu We Tendriesang, La Tendrianreng, dan La Makkasau juga ikut berusaha untuk menenangkannya.

Namun, I We Cudai yang terlanjur membenci Ale Luwu terus berteriak. Bahkan, teriakannya membuat kedua orang tua dan kakak-kakaknya murka.

“Pokoknya, aku tak sudi melihat bayi keturunan Ale Luwu itu. Keturunan Ale Luwu tak pantas memerintah di negeri terhormat, negeri Cina ini. Segera simpan saja bayi tersebut di dalam belanga pecah, lalu hanyutkan ke sungai. Biar menjadi santapan ikan,” kata I We Cudai dengan nada lantang.

Saat itu, puang Matowa dan para dukun kerajaan ikut mendengar kalimat tersebut. Mereka pun meneteskan air mata.

Selepas itu, puang Matowa secara diam-diam segera menuju Istana Mallimongang di Mario untuk mengabarkan kepada Sawerigading soal sikap I We Cudai kepada anaknya itu.

Bagaimana tanggapan Sawerigading? Bersambung…!

Nantikan kisah I We Cudai, Sawerigading dan I La Galigo selanjutnya di Cerita Rakyat bagian 2. (Aa)