Penyelenggara Pemilu Wajib Mengupdate Informasi Kepemiluan
OPINI, INDEKSMEDIA.ID – Kurang dari sepuluh bulan lagi negara Indonesia, akan mengadakan pesta demokrasi. Dalam pesta tersebut, kita akan memilih siapa yang akan menjadi Presiden dan wakil presiden kita selanjutnya.
Disamping itu, kita juga akan menentukan siapa yang berhak mewakili kita duduk di Legislatif nantinya (DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten).
Kini telah terjadi penambahan sembilan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yakni dimulai dari PKPU ketiga hingga yang terbaru yakni PKPU nomor 11 tahun 2023.
Tidak hanya PKPU yang bertambah, Keputusan KPU juga surplus 55 dokumen. (Untuk data selengkapnya bisa dilihat di jdih.kpu.go.id.)
Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh adanya aturan yang dianggap sudah tidak relevan sehingga diperlukan penyegaran dengan cara beberapa opsi diubah dan atau terdapat penambahan aturan dari yang sebelumnya.
Hal ini menyebabkan penyelenggara pemilu baik ditingkatan tetap ataupun ad-hoc KPU dan Bawaslu wajib tahu tentang adanya dokumen tersebut.
Hal ini berguna untuk mencegah atau meminimalisir konfik yang akan terjadi, baik itu antara KPU dan Bawaslu, maupun KPU versus peserta pemilu.
Di tiap tahapan kepemiluan, rentan terjadinya konflik kepentingan. Jadi, PKPU dan Keputusan KPU disamping UU, surat edaran, dan Putusan Pengadilan, wajib diketahui oleh badan-badan penyelenggaran kepemiluan tersebut.
Contoh kasus sebagaimana penulis kutip di berita Republika, 26 Agustus 2022, KPU RI mempertanyakan langkah Bawaslu yang tidak menggunakan Peraturan KPU nomor 4 tahun 2022 sebagai dasar materiil pemeriksaan aduan dugaan pelanggaran administrasi tahapan pendaftaran partai politik.
Menurut Ketua KPU RI, Hasyim Asyari, PKPU Nomor 4 tahun 2022 menjadi aturan yang mengatur teknis di tahapan kepesertaan calon anggota parpol yang akan bertanding, mulai dari tahap pendaftaran, verifikasi, sampai penetapan partai politik calon peserta Pemilu 2024. Sehingga, kata beliau, yang dijadikan batu uji dan ukuran syarat materiil terpenuhi atau tidak yah lewat PKPU tersebut.
Adapun saat itu yang menjadi pengadu yakni Partai Pelita, Partai Ibu, Partai Berkarya, dan Partai Pakar. Untuk Partai Pelita dan Partai Ibu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyimpulkan laporan kedua partai tersebut diterima dan menyatakan laporan ditindaklanjuti dengan sidang pemeriksaan.
Adapun dua laporan lainnya dari Partai Berkarya dan Partai Pakar, mejelis sidang Bawaslu memutuskan tidak dapat diterima dan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak memenuhi syarat.
Di sini, penulis tidak condong di satu kubu dan menyalahkan kubu lainnya, karena mungkin saja pihak Bawaslu RI menggunakan aturan lain yang dijadikan pegangan. Apa pun itu, keputusan final menetapkan hanya ada 18 Partai Politik yang siap bertanding dalam kontes Pemilu 2024 dan keempat parpol yang di mention sebelumnya dianggap tidak memenuhi syarat.
Hal-hal seperti ini merupakan gambaran nyata kasus konflik kepentingan yang mungkin atau bahkan akan terjadi kedepannya di tiap tahapan kepemiluan.
Untuk itu, di sini saya mengajak kepada semua penyelenggara pemilu baik di tingkatan tetap ataupun ad-hoc untuk terus memperbaharui wawasan kepemiluan dengan cara mengunduh dan membaca aturan tersebut di jdih.kpu.go.id.
Hal ini dikarenakan aturan-aturan tersebut bisa berubah kapan saja bahkan beberapa jam sebelum pencoblosan dilakukan.
Penulis: Riyadi
Tinggalkan Balasan