Jabat Kapolda, WALHI Sulsel Ingatkan “Irjen Pol Setyo Boedi” Tegakkan Hukum Lingkungan yang Mandek

MAKASSAR, INDEKSMEDIA.ID — Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, baru-baru ini kembali melakukan mutasi jabatan.

Dari empat surat telegram rahasia Kapolri, Jabatan Kapolda Sulsel kini berada di tangan Irjen Pol Setyo Boedi Moemponi Harso.

Ia menggantikan Irjen Pol Nana Sudjana sebagai Kapolda Sulsel sebelumnya.

Terkait mutasi tersebut, Wahana Lingkungan Hidup Indoensia (WALHI) Sulawesi Selatan mengingatkan Kapolda Sulsel.

Peringatan tersebut terkait penegakan hukum lingkungan yang tidak berjalan efektif di institusi tertinggi Polri di daerah Sulsel.

Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel berharap, Kapolda Sulsel yang baru dapat memperbaiki kinerja kepolisian di Sulsel.

Pasalnya di era Irjen Pol Nana Sudjana, setidaknya penegakan hukum lingkungan tidak ditegekkan secara kuat oleh Polda Sulsel.

“Satu hal yang perlu dilakukan Kapolda Sulsel yang baru adalah mengevaluasi penyidik tindak pidana khusus Polda Sulsel,” kata Arfandi Anas SH, Jumat (31/3/).

Menurutnya, Kapolda harus menelusuri terkait terbitnya surat SP3 yang memberhentikan penyelidikan kasus perusakan hutan lindung Pongtorra di Toraja Utara yang menyeret anggota DPRD Sulsel, Jufri Sambarra.

Tak hanya itu, penindakan terhadap pelaku kegiatan tambang emas ilegal di Kabupaten Luwu belum dilakukan.

Padahal jelas sekali penambangan tersebut merugikan negara dan merusak lingkungan hidup.

“Di era Irjen Pol Nana, kegiatan tambang ilegal di Kabupaten Luwu tidak mendapatkan penindakan hukum. Tidak ada yang ditangkap. bahkan penyegelan pun tidak dilakukan. Saya dan masyarakat berharap Kapolda bisa melakukan hal yang sebaliknya,” tandas Pendi sapaan akrab Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel itu.

Lebih jauh, masalah lain pembangunan smelter nikel di Luwu yang dibagun oleh group bisnis Jusuf Kalla, dan pembelian ore nikel dari PT CLM ke PT Huady Nickel Alloy.

Pendi menuturkan, Kapolda yang baru juga harus memeriksa dokumen lingkungan PT BMS yang saat ini sedang membangun smelter di Kabupaten Luwu.

Hingga saat ini, tak banyak yang masyarakat yang mengetahui apakah PT BMS telah melakukan konsultasi AMDAL dengan masyarakat dan memperoleh izin lingkungan dari pemerintah.

Terlebih saat ini, masyarakat sudah mulai mengeluh dengan dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan smelter tersebut.

“Begitu juga dengan praktek jual beli ore nikel dari CLM dan PT Huadi. Kita tahu bahwa saat ini mantan direktur PT CLM telah ditetapkan tersangka karena melakukan penambangan nikel secara ilegal atau menambang nikel di luar RKBA yang diberikan,” tegas Pendi.

Oleh karena itu, direktur perusahaan yang membeli ore nikel dari PT CLM juga harus ditangkap dan dijerat hukum, salah satunya Huady group dan anak-anak perusahaannya yang beroperasi di Bantaeng.

Arfandi Anas, SH

(Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel)

Contack Person: 0852-5682-9068

Komentar