Mentajwidkan Lisan, Mentajallikan Sifat-Nya
INDEKSMEDIA.ID – “Seseorang bertanya padaku, mengapa harus belajar ilmu tajwid?”. Di dalam Islam, selain sebagai cahaya/petunjuk, Qur’an juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ibadah yang diwajibkan.
Dalam Salat, bacaan ayat suci Al-Qur’an adalah hal yang wajib, namun jika tidak dilakukan maka batal. Kendati jika di baca namun tak sesuai dengan kaidah bacaan (tajwid) maka hukumnya tidak sah.
Lantas kita menuntut Salat kita diterima dengan bacaan yang keliru, kemudian mengutuk tuhan jika doa yang dipanjatkan tak terkabulkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang benar dicapai dengan cara yang tak benar? pantaskah kita menyembah-Nya dengan cara yang keliru?.
Layakkah kita mengaku mencintai-Nya namun menyembah dengan cara yang keliru?, belum lagi kesalahan dalam menyebut huruf dapat berakibat pada berubahnya makna dari ayat.
Selain sebagai ritus yang diwajibkan di dalam Islam, pada ibadah Salat juga terdapat pendidikan yang dapat membawa keselamatan bagi manusia (sebab Islam adalah keselamatan).
Syarat lain dari sahnya Salat ialah tidak menzalimi, maka mulai dari air yang digunakan bersuci (wudhu), tempat ibadah, hingga pakaian yang dikenakan Salat tidak boleh ada unsur kezaliman.
Mengapa mesti seperti ini? Sebab pada Salat kita melakukan mikraj menuju pada-Nya, mengingat-Nya (Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah Salat untuk mengingat Aku.QS. Taha Ayat 14).
mengingat berarti memfokuskan segala perhatian pada-Nya, menyerahkan segala urusan pada-Nya, menghilangkan yang lain selain dari-Nya, dan berbuat semata-mata karena-Nya. Betapa hina-Nya diri yang berjumpa dengan kekasih dalam keadaan zalim.
Kita boleh jadi pernah merasakan guncangan yang sangat luar biasa yang darinya kita hampir-hampir kehilangan harapan hidup, atau mungkin pada hal-hal yang sifatnya material saja tapi cukup menggelisahkan hati, semisal masalah pekerjaan, kuliah, hingga percintaan, yang karenanya kita memilih meluangkan waktu untuk ke suatu tempat yang dapat meredakan kegelisahan jiwa (healing), kendati setelah dari healing tidak menjadikan masalah selesai dan tak menutup kemungkinan akan kembali menggelisahkan jiwa.
Allah Swt di dalam kalam ilahinya memberikan solusi dari masalah ini, bahwa jika ingin hati menjadi tenang cukuplah dengan mengingat-Nya (orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. Ar-Ra’d ayat 28).
Sebagaimana ayat terdahulu, bahwa selain Dia memberi solusi atas masalah terbesar yang dialami manusia (untuk tenang cukup mengingat-Nya) Dia juga telah memberikan cara terbaik untuk mengingat-Nya yakni dengan beribadah (Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. QS. Taha Ayat 14).
Lantas apa yang akan dilakukan manusia bila hatinya telah menjadi tenang?, apakah Salat hanya sebatas obat penenang bagi jiwa yang gelisah?.
Allah Swt melanjutkan dengan menyampaikan tujuan dari ketenangan itu bahwa sesungguhnya ketenangan adalah landasan agar manusia dapat menjalankan tugasnya di dunia ini (Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Al-Ankabut ayat 45) agar manusia dapat mencapai tujuan dari penciptaannya.
Maka tidaklah benar orang yang belajar tajwid mengklaim bahwa dirinya telah baik, sebab tajwid merupakan pintu dari segala kebaikan.
Sungguh indah perkataan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib “tidaklah seorang mukmin memasuki waktu pagi dan petangnya kecuali berburuk sangka terhadap Diri dan perbuatannya”
Oleh: Muhammad Ali Asytar (Jaringan Aktifis Filsafat Islam)
Tinggalkan Balasan