Sekilas Asa di Peringatan “International Womens Day” 2023

Oleh: Diah Eka Pratika (Sekretariat Nasional Rumah Cinta Fatimah)

INDEKSMEDIA.ID — Hari Perempuan se-Dunia secara histroris bersumber pada sebuah unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan oleh kaum perempuan di Amerika Serikat pada tahun 1908.

Dilatar belakangi oleh kesadaran akan kesetaraan gender; antar laki-laki dan perempuan dalam aspek publik. Dengan latar belakang ini.

Para feminis kemudian mengagitasi seluruh pekerja (buruh perempuan) karena pembungkaman wilayah demokrasi untuk perempuan.

Sehingga kerusuhan yang ditaksir mencapai 15.000 massa perempuan di jalan-jalan Amerika Serikat ini, memicu ketegangan kalangan koorporate.

Sebab relevansi isu yang dibawah mereka adalah tuntutan kenaikan upah dan pemangkasan jam kerja, begitupun terkait lini perempuan.

Seperti cuti haid, cuti masa hamil, dan cuti melahirkan, serta tunjuangan untuk kehidupan yang layak bagi pekerja perempuan.

Sedikit deskripsi diatas, membawa saya pada sebuah perenungan bahwa “International Womens Day” hanya merupakan satu bagian dari reaksi perempuan ketika ia mendapat keresahan yang sama yakni intimidasi eksistensi tentang diri.

Sejarah ini adalah satu diantara berbagai sejarah panjang perjuangan perempuan. Jejak yang menjadi kilas balik kita merekonstruksi narasi kontemporer tentang diri perempuan.

Baik dalam segi women development, politik, culture, agama, dan sosiologis.

Kontekstualisasi perempuan hari ini, tidak bolek riskan dengan sejarah perempuan di masa lalu. Sebab banyak pelajaran penting melihat kembali struktur kesadaran.

Hal yang mungkin saja bisa kita kita sempurnakan hari ini dalam rangka berjuang melawan segala bentuk ketidakadilan pada diri perempuan.

Namun sebelum itu, kita layak merefleksikan urgensi dalam kemaslahatan ini, yakni mengarahkan pandangan dunia perempuan pada aspek kediriannya.

Internalitas diri perempuan yang begitu kompleks mesti diarahkan pada sistem berpikir yang matang, juga impactnya dalam keterbukaan pemikiran.

Sehingga masalah perempuan bukan hanya tentang dirinya, melainkan juga tentang dunia eksternalnya.

Jika kita mendiamkan diri pada pengetahuan, lantas bagaimana perempuan mampu mengarahkan segala tuntutan dirinya pada keseteraan yang merupakan konsekuensi nilai keadilan?

Keadilan ini merupakan satu bentuk takaran objektif atas realitas sikap hidup seseorang yang berpegang teguh dalam moralitas/etik.

Tentu kita tidak mengharapkan dilema dalam pernyataan sikap kita hari ini. Perempuan mesti merumuskan satu metodologi yang objektif dalam relevansi kehidupan.

Sehingga ini, menjadi satu sudut pandang baru dalam melihat dirinya sebagai seorang perempuan yang layak dalam mengambil peran transformatif.

Tentu kita ingin mendidik jiwa kita (perempuan) agar tumbuh sebagai satu kualitas yang berkelas bukan berdasarkan kecenderungan alamiah perasaan kita.

Sebab, kita ingin menampakkan autensitisitas wajah sejati kita, dimana dalam pergumulan gerakan yang hegemonik, dimana tentu ini bukan problem material.

Melainkan titik keberangkatan kita adalah memasuki paradigma pengetahuan objektif; ilmiah serta rasional, untuk menemukan sisi substansi kedirian kita sebagai perempuan. (*)

Komentar